Hantu Penjual Sate Keliling
Hantu Penjual Sate Keliling
Digelap malam yang sunyi, tepatnya dimalam jum’at kliwon. Aku berjalan sendirian melewati jalanan desa yang sepi. Aku baru saja pulang dari rumah temanku di desa sebelah. Aku berjalan santai menikmati suasana malam yang indah itu. Tampak bintang-bintang yang bersinar terang di langit malam menggantikan lampu jalanan yang telah padam. Tampak juga pintu rumah warga yang sudah tertutup rapat.
Ketika sedang berjalan santai menikmati suasana malam itu, aku melihat dari kejauhan seorang penjual sate keliling sedang duduk di bawah pohon beringin yang besar.
“Apa yang dilakukan penjual itu ya? Sekarang kan sudah malam banget,” gumamku sambil berjalan menuju ke penjual itu.
Sesaat kemudian, penjual itu menengok kepadaku sambil tersenyum tipis membawa sebuah kipas sate. Entah karena langkah kakiku yang keras ataupun hal lainnya sehingga ia menengok kepadaku.
“Mas monggo pinarak,” ujar penjual sate itu.
“Iya Pak.”
“Mau beli sate berapa tusuk Mas?”
“lima belas tusuk saja Pak.”
“Iya Mas, monggo duduk dulu.”
Aku pun kemudian segera duduk di sebuah kursi kayu yang sudah disediakan oleh penjual itu. Kursi itu nampak rapuh dan usang. Ketika aku duduk di kursi itu, aku merasakan hal aneh, aku merasakan hal negatif disekelilingku. Tapi aku tak mempedulikan hal itu. Sesaat kemudian, penjual itu mengambil lima belas tusuk sate dan membakarnya diatas tumpukan arang.
“Pak, kenapa bapak masih disini?” tanyaku mencairkan suasana.
“Dagangan saya masih banyak Mas.”
“Tapi sekarang sudah malam Pak, jalanan juga sepi.”
“Iya mau gimana lagi Mas.”
“Bapak apa tidak takut sendirian disini?”
“Tidak sama sekali Mas, sudah terbiasa saya disini.”
“Disini tempatnya juga sepi loh Pak.”“Saya biasanya jualan disini Mas. Udah sering juga lihat memedi.”
“Hah… Memedi?”
“Iya Mas, Penunggu Pohon ini.”
“Loh emangnya pohon ini ada memedi Pak?”
“Ada Mas.”
“Emang Bapak pernah liat apa?”
“Bapak-bapak bawa kipas sate.”
“Waduh… Angker juga ya pohon beringin ini.”
“lya Mas, beberapa hari yang lalu ada seorang bapak-bapak korban tumbal dari pesugihan pohon ini.”
“Berarti semua warga desa sudah tau kejadian itu ya Pak?”
“Iya beberapa ada yang tau, ada juga yang tidak. Tapi jasadnya tak ada yang tau.”
“Haa… Berarti jasad bapak bapak itu masih disekitar pohon ini Pak?”
“Iya Mas.”
“Bapak-bapak bawa kipas sate itu emang gimana Pak ciri-cirinya? Bapak juga kan bawa kipas sate.”
Lantas penjual itu terdiam bisu tanpa sepatah kata pun seperti tak ingin menjawab pertanyaanku. Pandangannya hanya Fokus melihat sate sambil membolak-balikkannya.
Beberapa menit kemudian, aku mencium bau gosong dari arah penjual itu. Apakah Satenya gosong? Pertanyaan yang terlintas dalam benakku. Bulu kudukku mulai berdiri. Namun ketika aku berdiri melihat sate itu, Sate itu masih berwarna putih pucat seperti belum terbakar sedikit pun.
Malam semakin larut. Kurang lebih jam sudah menunjukkan pukul 10.00 WIB. Aku pun mulai mengantuk. Selang beberapa saat, Penjual Sate itu memanggilku.
“Mas Satenya Sudah jadi,” Ujar Penjual itu sambil memberikan sebuah bungkusan hitam kepadaku.
“Berapa Pak?”
“Tujuh belas ribu saja Mas…”
“Ini Pak.”
Setelah itu, aku segera pergi dari tempat itu. Aroma satenya terasa menarik perhatian hidungku. Aromanya yang enak membuatku ingin memakannya di tempat itu sekarang juga. Namun hari sudah larut malam, aku tak bisa berlama-lama disitu.
Ketika dalam perjalanan, Sate yang ada dalam bungkusan hitam yang kubawa makin lama makin terasa ringan seperti daun. Aku mulai curiga dengan isi sate itu. Aku pun membukanya. Ketika aku membukanya, aku terkejut bukan main. Ternyata isinya itu bukan sate melainkan daun-daun kering dan set-set kecil. Dengan spontan aku Menjatuhkannya.
Aku semakin bingung dengan hal itu. Dan ketika aku menengok kebelakang, aku tak melihat lagi penjual sate itu. Aku mau tak mau dibuat terkejut dengan kejadian itu. Badanku gemetar tidak karuan. Tak kusangka, aku daritadi duduk di bawah pohon beringin menunggu hal yang tak berguna. Waktuku terbuang sia-sia. Memang dari awal firasatku tidak enak dengan penjual itu.
Lantas Aku kemudian lari terbirit-birit pergi dari tempat itu. Aku berlari kencang tanpa melihat sekelilingku. Pandanganku hanya fokus ke depan. Suasana malam yang tenang berubah menjadi malam yang menyeramkan. Baru pertama kali ini aku merasakan hal ini.
Ketika sampai di depan gerbang rumah, ibuku menungguku di kursi depan sambil duduk manis.
“Darimana saja le… Sudah malem kok kluyuran,” kata ibuku.
“Maaf bu, tadi aku ketemu hantu bapak-bapak bu,” Jawabku sambil gemetar ketakutan.
“Huh… Kamu ini ada ada saja.”
“Serius bu, tadi di pohon beringin ada hantu bapak bapak penjual sate.”
“Yaudah terserah kamu, buruan cuci kaki terus pergi ke kamarmu! sudah larut malam ini.”
“Ya bu.”
Aku segera masuk ke dalam rumah dan segera melaksanakan apa yang diperintahkan ibuku tadi. Dan setelah itu, aku pergi kekamarku dan mengunci pintunya rapat-rapat. Aku tidur dibalik selimut dan memikirkan kembali kejadian tadi. Tak kusangka bapak penjual sate tadi yang kutemui adalah hantu. Aku mencoba untuk melupakan semuanya. Aku berharap mimpi yang indah.
Setelah beberapa saat, terdengar Suara ketukan di depan pintu kamarku. aku tak berani membukanya, karna kupikir itu adalah hantu yang kutemui tadi dibawah pohon beringin. Ketukan itu makin lama makin keras. Aku hanya bisa bersembunyi dibawah selimut sambil berkeringat dingin.
Selang beberapa menit suara ketukan itu menghilang. Namun aku merasa udara di kamarku dingin sekali. Entah bagaimana bisa udara di kamarku dingin, padahal kamarku ruangannya tertutup. Namun, ketika aku membuka selimutku. Sekali lagi aku dibuat kejut bukan main, kini aku berada tepat di bawah pohon beringin yang kutemui tadi. Aku pikir ini adalah mimpi, tapi ketika aku mencubit lenganku, itu terasa sakit. Aku semakin dibuat bingung dengan hal itu.
Pikiranku campur aduk jadi satu antara bingung, cemas dan takut. Aku hanya duduk terdiam. Badanku gemetar tidak karuan. Dari jarak jauh nampak hantu penjual sate keliling yang kutemui tadi datang menghampiriku sambil membawa kipas sate. Ia berjalan perlahan-lahan sambil tersenyum tipis ke arahku. Matanya merah seperti darah. Semakin dekat hantu itu, semakin berdegup kencang jantungku. Wajah penjual itu penuh luka sayatan.
“Apa yang sebenarnya kau inginkan?” Tanyaku ketakutan sambil duduk dibawah pohon beringin itu.
“Kuburkan Jasadku,” Jawab hantu itu.
“Ma… ma… maksudnya?”
“Kuburkan jasadku.”
“Dimana jasadmu?” Kataku sambil ketakutan.
Hantu penjual sate keliling itu kemudian diam sambil menunjuk ke arah pohon beringin yang ada dibelakangku. Lantas aku makin bingung dengan hal itu. Ketika aku berkedip, hantu penjual itu hilang dalam sekejap tanpa jejak.
Aku kemudian pergi kearah pohon beringin itu. Dan benar saja, ada sebuah mayat yang ditutupi oleh daun pisang kering. Mataku melotot melihat mayat itu. Aku sontak teriak kaget.
“Tolongg… tolongg….” Teriakku lantang.
Tak lama kemudian datang dua bapak-bapak yang sedang ronda malam. Mereka bernama pak Yadi dan pak Doni.
“Ada apa nak? Malem-malem kok teriak-teriak,” kata pak Yadi.
“Pak dibalik daun pisang kering itu ada mayat,” jawabku sambil gemetaran.
“Hem… yang serius kamu.”
“Iya pak serius…”
“Coba cek dulu pak Yadi, barangkali benar kata anak ini,” ujar pak Doni.
Pak Yadi dan pak Doni pun segera mengeceknya. Ketika mereka membukanya. Benar saja, mereka dikejutkan dengan mayat yang sudah tergeletak membusuk.
“Astaghfirullah hal adzim,” kata pak Yadi dan pak Doni itu bersamaan.
“Pak Yadi, cepet hubungi polisi!” kata pak Doni.
Pak Yadi pun segera menelepon polisi dan menjelaskan TKP tersebut.
Malam semakin larut. Kurang lebih jam sudah menunjukkan pukul 23.30 WIB. Kami bertiga hanya bisa terdiam dan menunggu polisi datang. Selang beberapa menit, pak Yadi menyuruhku pulang karena malam sudah sangat larut. Aku pun segera pulang dari tempat itu.
Ketika aku sedang berjalan, aku melihat beberapa mobil polisi melaju menuju arah TKP, aku pun lega akan kejadian itu. Dari kejauhan, tepatnya dibawah lampu jalanan yang mati, tampak hantu penjual sate keliling itu sambil memegang kipas sate sedang melambaikan tangannya sambil tersenyum kepadaku. Aku pun senang akan kejadian itu. Kubalas senyum tipis ke arahnya. Dan akhirnya hantu itu pergi menghilang dalam sekejap. Aku segera pulang ke rumah dan menceritakan semua kejadian tadi kepada ibuku.
copyright:cerpenmu.com
Komentar
Posting Komentar